Minggu, 06 November 2011

Mas Sandiaga Uno mungkin adalah sosok pria yang digandrungi banyak kaum perempuan : muda, very handsome, kaya raya dan rendah hati. Sosok Sandi memang merupakan salah satu fenomena dalam jagat bisnis di tanah air.
Dalam usianya yang masih terbilang muda, yakni 42 tahun, ia telah dinobatkan oleh majalah internasional Forbes, sebagai orang kaya nomer 29 di Indonesia. Total kekayaannya sekitar Rp 8 trilyun (wow).

Melalui perusahaannya yang bergerak di bidang investasi, yakni Saratoga Capital, Mas Sandi telah meneguhkan dirinya sebagai anak muda cemerlang dengan visi bisnis yang mak nyus.
Dalam tulisan kali ini, kita akan mencoba mengenal lebih dekat dengan mas Sandi yang handsome ini. Didalamnya kita mau menelisik dua pelajaran bisnis yang barangkali bisa kita petik.
Sejatinya, yang juga membuat banyak orang tertegun, adalah sikap rendah hati dan kehidupan religius Sandi yang amat kental. Ia dikenal sebagai pria yang melakoni ritual puasa sunah Daud (puasa setiap dua hari sekali, sepanjang tahun). Orang yang kaya raya ini ternyata begitu akrab dengan dunia ukhrowi (dunia akherat). Subhanallah.
Ia juga tak pernah berhenti sholat sunnah Dhuha setiap pagi.

Dalam sebuah perbincangan informal, Mas Sandi memberikan pengakuan seperti ini :

Jadi begini, ibadah itu kalo sudah rutin kita lakukan bukan lagi menjadi sebuah kewajiban tapi menjadi sebuah kebutuhan. Jadi kalo aku gak sholat dhuha aja sekali, tiba-tiba ada sesuatu yang hilang, aneh rasanya. Walaupun itu sunnah jadi terasa wajib. Dan aku ngerasain sekali hikmahnya, sudah 7-8 tahun ini rutin aku lakukan, rejeki itu seperti gak aku cari, semua datang sendiri…….seperti dianter rejeki itu”.

Kalau kalimat diatas diucapkan pak ustadz, kita biasa mendengarnya. Namun kalau yang bilang adalah anak muda dengan kekayaan delapan T, now that’s the power of Ibadah.
Sekarang mari kita simak pelajaran bisnis pertama dari mas Sandi.

Lesson # 1 : Timing is everything. Sandi mendirikan perusahaan di bidang private equity persis pada saat Indonesia mengalami krisis moneter pada 1997 (private equity adalah perusahaan yang mengakuisisi saham perusahaan lain yang dianggap masih murah, lalu diperbaiki kinerjanya, dan kemudian dijual kembali degan harga yang lebih tinggi).
Pada saat krisis itu, beragam peluang investasi bermunculan lantaran banyak perusahaan mau dijual dengan harga yang relatif murah. Disinilah timing serta keputusan bisnis Sandi mendapatkan tempat yang pas. Bisnis dia melesat karena berhadapan dengan timing yang pas, yakni pas kondisi krisis moneter.
Moralnya : pengambilan keputusan menjadi jelek bukan karena mutu keputusannya yang buruk, namun mungkin timing-nya yang tidak tepat. Dan sebaliknya : keputusan menjadi sangat berharga karena dilakukan pada momen waktu yang tepat.
Sekarang, renungkan : apa keputusan penting dalam bisnis atau karir yang pernah Anda lakukan? Dan apakah timing keputusan itu pas? Sebab jika tidak pas, maka mungkin Anda akan menyesal berkepanjangan. (Misal banyak orang bilang, kalau mau bikin bisnis sendiri maka timingnya - lakukanlah sebelum usia 35 tahun. Sebab diatas usia itu, Anda akan masuk area comfort zone, dan akan makin takut untuk mengambil risiko).

Pelajaran bisnis kedua dari Mas Sandi adalah ini : pentingnya menemukan partner atau rekan yang kerja yang memiliki chemistry dengan kita, dan bisa membangun sinergi. Sandi pertama kali membangun usaha dengan rekannya pas duduk sekolah SMA. Sahabat lama biasanya cenderung telah memiliki ikata emosi dan chemistry yang kuat. Jadi nyambung dan klik.
Sama dengan kita. Dalam bekerja kita biasanya akan lebih enjoy dan produktif kalau bisa menemukan partner atau rekan kerja yang cocok dan pas dengan kita (jadi ada chemistry yang kuat). Team work yang kokoh memang bisa kita bangun kalau ada ikatan atau kohesi yang solid diantara para anggotanya.
Demikianlah, dua pelajaran bisnis ringkas dari Sandiaga Uno. Sosok profesional muda yang kaya, rendah hati dan punya sikap religius yang kuat.

Sumber

Sabtu, 05 November 2011

4 Pilar Creative Thinking Skills


Tulisan ini saya ambil dari blog pak Yodhia Antariksa, msc 

Ketika dinamika bisnis melaju dengan kecepatan yang kian rancak, maka elemen kreativitas boleh jadi merupakan sekeping ketrampilan yang kudu dipeluk dengan penuh kesungguhan. Tanpa kemahiran meracik inovasi, sebuah organisasi mungkin bisa tergeletak sia-sia ditengah kepungan para pesaingnya yang terus menari-nari dengan gagasan kreatif tanpa henti.
Inovasi dan daya kreativitas tentu saja tak hanya terbentang pada arena product development – sebuah arena dimana inovasi telah menjadi jantung. Daya kreativitas juga mesti melenting dalam sejumlah arena lainnya, mulai dari arena proses penyelesaian pekerjaan, proses pelayanan pelanggan, hingga proses pengembangan SDM. Dengan kata lain, creative thinking skills selayaknya diinjeksikan dalam segenap lini yang melingkupi sebuah organisasi. Sebab sebuah organisasi yang kreatif dalam segenap proses bisnisnya niscaya memiliki sepercik asa untuk terus mengibarkan kejayaannya.
Pertanyaanya : elemen apa yang kemudian mesti dipilin untuk memekarkan creative thinking skills? Dalam sebuah risalah yang bertajuk The Innovator’s DNA (dimuat pada jurnal Harvard Business Review edisi Desember 2009), dipetakan empat elemen kunci yang mesti disandang untuk merekahkan ketajaman membangun creative thikinking skills.
Elemen 1 : Associating. Meng-asosiasikan atau ketrampilan asosiasi adalah sejenis kemampuan untuk mengkoneksikan sejumlah perspektif dari beragam disiplin yang berbeda, guna membangun satu gagasan yang bersifat kreatif. “Creativity is connecting things”, begitu sang dewa inovasi, Steve Jobs pernah berujar.
Asosiasi sejatinya bersandar pada kemampuan untuk menggunakan kekayaan wawasan kita pada satu bidang/disiplin ilmu tertentu, dan kemudian mencoba mengaplikasikannya dalam bidang lain, guna menghasilkan sebuah temuan baru yang inovatif. Disini misalnya kita mengenal bagaiamana teknologi fraktal (yang berbasis pada chaos theory) diaplikasikan dalam pembuatan batik, dan bum…..yang tercipta kemudian adalah kain batik dengan corak yang unik nan spektakuler.
Ketrampilan asosiasi adalah sejenis kemampuan yang terus menggedor kita untuk bisa berpikir lintas didisplin dan lintas bidang. Dan sungguh, lentingan kreativitas hanya akan terekspresi manakala kita memiliki ketajaman untuk membangun asosiasi ini.
Elemen 2 : Questioning. Ribuan tahun silam kita pernah mendengar sang filsuf Plato berdendang : “Kecerdasan seseorang tidak diukur dari seberapa bagus ia memberikan jawaban, namun dari ketrampilannya meracik sebuah pertanyaan”.
Para inovator sejati adalah mereka yang secara konstan selalu mengajukan pertanyaan. Para creative thinkers adalah mereka yang selalu bertanya : why, why not, dan what if? Mereka selalu mendedahkan serangkaian pertanyaan semacam itu untuk mendapatkan clue bagi aneka gagasan baru. Sebab dibalik rentetan pertanyaan yang mengedor itu, niscaya terbentang luas hamparan gagasan kreatif yang menunggu untuk diejawantahkan.
Elemen 3 : Observing. Ah, betapa beragam dan uniknya fenomena yang ada disekeliling kita. Betapa kayanya beragam dimensi kultural dan sosial yang ada di segenap kolong jagat ini. Dan dari kemampuan untuk melakukan observasi inilah, sesungguhnya telah banyak ide kreatif dilahirkan. Bisnis makanan kebab turki baba rafi yang fenomenal itu lahir lantaran hasil observasi pendirinya ketika jalan-jalan ke negara Timur Tengah. Produk kerajinan radio dari kayu yang menembus empat benua itu lahir karena pendirinya bingung melihat begitu banyak kayu sengon yang ada dikampungnya, di Temanggung sana.
Pendeknya, kemahiran melakukan observasi dan ketajaman mencium peluang inovasi dibaliknya, merupakan sejenis gen yang melekat dalam DNA setiap kreator sejati. Jadi, sering-seringlah melakukan proses observasi secara intens atas segenap situasi di sekeliling kita. Lalu, cobalah bangun imajinasi kreatif untuk merekahkan hasil observasi itu dalam serangkaian gagasan nan inovatif.
Elemen 4 : Experimenting. Kita mengenal kisah indah dari Thomas Alva Edison puluhan tahun silam : ia telah melakukan eksperimen sebanyak dua ribu kali sebelum akhirnya menemukan bohlam lampu yang sekarang mungkin nangkring diatas meja kantor Anda.
Para inovator sejati adalah mereka yang tidak takut untuk melakukan dan mencoba hal-hal baru. Dan sungguh, mereka juga tak pernah takluk ketika eksperimen gagasan barunya itu selalu kandas menembus ilalang. Mereka selalu terus mencoba dan mencoba, demi membuktikan bahwa gagasan inovatifnya layak untuk dihamparkan dalam kenyataan.
Demikianlah, empat elemen kunci yang mungkin mesti dirawat dengan sepenuh hati manakala kita hendak melambungkan daya creative thinking skills.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews